Sudah 2
tahun aku bersekolah di salah satu SMK di Ibu Kota ini. Kini aku beranjak
naik ke kelas 3 yang bisa dibilang titik akhir masa2 bersekolah. Taaaapiiiii
tapi tapi tapi disini sebenernya bukan ngomongin itu. Ini cerita tentang
kehidupanku alias kisah perjuanganku dalam merebut hati si dia *ciee gitu*.
Nah jadi
gini, ada seoarang perempuan yang aku taksir semenjak aku masuk ke SMK ini.
Cewek itu berparas cantik, manis, imut, dan lucu. Sikap dia pun kekanak-kanakan
untuk perempuan yang seusianya. Namun dengan sikap kekanakannya itu aku bisa
sangat tertarik dengan dirinya. Nama perempuan itu Cindy Yuvia. Aku tidak
mengerti kenapa bisa ada perempuan seimut dan selucu itu masuk ke SMK ini. Aku
ingat saat pertama kali berkenalan dengannya ketika masa masa MOPD atau yg
biasa dikenal dengan MOS(Masa Orientasi Siswa). Aku masih ingat mukanya yang
kekanakan itu dengan rambut yang di kepang dengan pita warna warni. Saat itu aku
dan dia berada dalam kelompok yang sama. Aku hanya bisa terdiam tiap kali
mendengar celotehannya itu, lucu sekali. Aku juga masih ingat saat kita dijemur
dilapangan sekolah, dan muka dia bagaikan orang yang menahan buang air besar.
Ekspresinya tidak karuan, antara ngambek, capek dan sepertinya mau nangis. Tapi
aku malah ingin tertawa setiap membayangkan hal tersebut.
Saat itu,
tepatnya ketika pembagian kelas usai MOS, akupun sangat berharap bisa 1 kelas
dengan dirinya. Aku pun memeriksa susunan nama yg ditempel di tiap pintu kelas.
Dan saat ku melihat salah 1 pintu kelas, disitu ada nama diriku dan…….. “Cindy
Yuvia”. Perasaan ini seperti popcorn yang meletup letup, entah aku harus
mengadukan rasa gembira ini ke siapa. Ketika aku masih terdiam di depan pintu
kelas, ada suara yang tiba tiba menyapaku.
“Eh?? Kita
ternyata dikelas yang sama yaa? Ihihihi kebetulan bangeet yaah!! Asik ada temen
kelompok yang sekelas ternyata!” sapanya.
Suara itu
tidak lain adalah seorang Cindy Yuvia, dengan poni ratanya yang bergoyang
goyang saat menyapaku.
“E..eh iya
yaa ternyata kita sama kelasnya hehe” kataku.
Saat itu aku
antara senang dan gugup. Aku ingin tertawa tetapi akan menjadi aneh nantinya. Apakah
ini hanya kebetulan? Tapi aku pikir kebetulan ini hanyalah skenario yg tlah
dipersiapkan tanpa diketahui oleh siapapun. Dan semenjak saat itu akhirnya aku
menjalani hari pertama di SMK 1 kelas dengan Cindy Yuvia.
Dan sekarang
sudah 2 tahun aku selalu berada dikelas yang sama dengannya. Aku juga bisa
dibilang cukup dekat dengan dirinya. Namun aku terlalu gugup untuk menyatakan
perasaan ini.
22 Juni
tepatnya pukul 7 pagi aku mendapat pesan singkat di ponselku.
“Hai haii
pagii pagii!!! Eh eh eh nanti jam 10 jemput aku yaa dirumah!! Jangan telat!! Bweeee!!”
Pesan itu
dari seseorang yg aku sayang, ya Cindy Yuvia. Selalu saja membuatku kesal namun
juga gemas karena tingkahnya. Setelah membaca pesan itu akupun bersiap siap
mandi dan berpakaian rapih. Pukul 9.30 aku pun berangkat sambil naiki motor tua
milikku itu. Pukul 10 lewat 5 menit aku tiba di depan rumahnya dan Ia pun sudah
menunggu dengan muka cemberut tapi lucu.
“K..k..kenapaa
siiih???” aku bertanya kepadanya.
“Ini udah
jam berapa huuuhh!! Kamu terlambat 5 menit!!! Huuuffttt!!!” Ia menunjukku
sambil membuat raut wajah ngambek yang lucu dengan manyunnya itu.
“I..iyaa
iyaa 5 menit kan gak lamaa viii.. Aku aku minta maaf yaaaa ciiill” kataku.
“Huufftt!
Iyaa aku maafin, tapi gantinya hari ini kamu harus nemenin aku jalan jalan yaa
pokoknya!!!”
“Fyuuh,
beres yuupiaa~ mau ketempat yang tiada siapapun juag aku temenin~” candaku.
“Huh dasar
kamu, ayo kita pergiiiii!” kemudian Yuvia berpamitan dengan orang tuanya dan bergegas
naik motorku.
Dan akhirnya
aku dan Yuvia bersepeda motor berdua. Biasanya kami juga seperti ini tiap
pulang sekolah karna jalan pulang yang searah. Aku tidak menoleh ke belakang,
di benakku selalu terpikirkan… “Mungkin bagi dirimu, aku hanyalah teman sekelas
saja yang jalan pulangnya searah” tapi biarpun seperti itu, bersama dirimu saja
im so satisfied.
“Yuv. Sebenernya
kita mau kemana siihhh? Kamu kayanya semangat banget deh?” aku bertanya kepada
Yuvia.
“Ada dehhh!!
Pokonya pokonya pokonya kamu nurut aja yaa!” kata dia sambil meledekku dengan
bibirnya yang dimainkan.
“Huuh iya
iyaa deh non Cindy Yuvia, aku nurut apa kata kamu ajaa deeeh huh” candaku.
Kemudia kami
tiba di suatu restaurant. Aku memarkir motorku dan melihat kearah
Yuvia.Terlihat jelas di wajah sampingmu, dan aku langsung menyadari dirimu
sedang merencanakan sesuatu. Kemudian dia bilang sesuatu, “Eh eh ayo kita
rayain ulang tahun kamu berdua, ditempat yang sudah disediakaan di restaurant!”
Mendengar
hal tersebut aku kaget, aku pun tidak ingat kalau hari ini adalah hari ini
ulang tahunku. Aku salah tingkah, nafaskupun menjadi sulit, kepalaku pun jadi
kosong, sampai tak bisa berbuat apapun. Dan kemudian di tengah-tengah lamunanku
dia menarik tanganku dan sampailah di dalam restaurant tersebut.
“Haaappy
haaappy biiirthdaaay toooooo yooouuuu!!!~” ia mulai menyanyi dengan suara yang
keras dan semangat seperti penyanyi opera. Aku sangat malu, tapi senang. Aku
melihat ia bernyanyi dengan serius sambil memejamkan matanya, lucu sekali.
Di depan mataku terdapat kue yang sudah di siapkan. Aku pun bersyukur kepada Tuhan, karena bisa melewati ulang tahunku yang ke 17 bersama dirinya. Dan pada saat itu diluar hujan mendadak, dan ku harap tidak berhenti. Saat itu ia mengucapkan sesuatu hal padaku. “Hey selamat ulang tahun, aku harap ini jadi ulang tahun yang berkesan buat kamu yaa yaa yaa!! Kan ngerayainnya bareng akuu yaa!! Hihiiii” candanya.
Di depan mataku terdapat kue yang sudah di siapkan. Aku pun bersyukur kepada Tuhan, karena bisa melewati ulang tahunku yang ke 17 bersama dirinya. Dan pada saat itu diluar hujan mendadak, dan ku harap tidak berhenti. Saat itu ia mengucapkan sesuatu hal padaku. “Hey selamat ulang tahun, aku harap ini jadi ulang tahun yang berkesan buat kamu yaa yaa yaa!! Kan ngerayainnya bareng akuu yaa!! Hihiiii” candanya.
“Iyaa iyaa
makasih banget yaa ciil, ini jadi ulang tahun paling paling berkesan buat aku~
tahun depan kaya gini lagi yaah~” candaku kepadanya.
“Umm…. Gini..
tahun depan aku gak yakin bisa…. Tahun depan kita udah pisah kan… kuliah.. dan
belum tentu aku masih di Jakarta lagi” ia mengucapkan kata kata itu dengan muka
yang sedih dan intonasi nada yang rendah. Aku sebenarnya sangat kecewa
mendengar hal tersebut, dan aku kecewa yang kenapa sampai sekarang aku tidak
bisa menyatakan perasaan ini kepada dirinya. Disela sela itu akupun berkata
kepada dirinya, “Hai, janganlah kau menatapku dengan mata yang sedih itu. Ayo
tersenyumlah”
Kemudian, ia
tersenyum kecil namun masih dengan tatapan sedih khas anak kecil yang manja.
“Yuvi,
karena aku pasti bisa bertemu denganmu suatu hari di suatu tempat. Percayalah
pada kekuatan takdir yang menyatukan. Sampai saatnya nanti jangan pernah dirimu
lupakan diriku ini, Janji yaa?” aku pun menyodorkan jari kelingkingku kepada
dirinya yang tampak sedih. Ia pun membalas dengan menyodorkan jari
kelingkingnya dan kami pun melakukan pingky
swear khas anak kecil. Dia pun akhirnya tertawa kecil dan kemudian
memukulku dengan manja. “Iiih kamu apaansiiiih akuu bukan aanaak keciiillll
huuuuuffffffftt!!” Ia menggembungkan pipinya kemudian bertolak pinggang di
depan diriku. Aku hanya bisa tertawa kecil melihatnya, dan berharap hari ini
janganlah cepat berakhir.
Bersambung......
0 comments:
Post a Comment